BAB
I
Pendahuluan
- Arti harafiah Remunerasi
Remunerasi berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya imbalan atau gaji. Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja.
- Latar belakang kebijakan
Remunerasi
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance.
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator: - Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb.)
- Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
- Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara.
- Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien.
- Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
- Maksud dan tujuan kebijakan
Remunerasi
Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
- Siapa saja yang mendapatkan
Remunerasi
Sesuai dengan Undang-undang NO. 17 tahun 2007, tentang Rencana pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok : - Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara.
- Prioritas kedua adalah Kementrian/Lembaga yang terkait dg kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemda.
- Prioritas ketiga adalah seluruh kementrian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
- Landasan Hukum Kebijakan Remunerasi.
- UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
- UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Psl 7, UU No.43/1999)
- Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa : “Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
- Perpres No.7/2005, tentang Rencana pembangunan jangka menengah Nasional.
- Konvensi ILO No. 100;, Diratifikasi pd th 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama)
- Mengapa Remunerasi bermakna
sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi Birokrasi ?
Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi birokrasi, mengingat dampak paling signifikan terhadap kinerja lembaga akan sanga ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi didalam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan merubah kultur tersebut. akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan anggotanya.
Namun
tanpa iming-iming Remunerasi, sesungguhnya Reformasi birokrasi sudah
dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu. Yaitu dengan mencanangkan dan
melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharuan dibidang instrumental, bidang
struktural dan bidang kultural pegawai.
- Pentahapannya
Pentahapan Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi (penerbitan undang-undang) adalah : - Analisa jabatan
- Pengumpulan data jabatan
- Evaluasi jabatan dan Pembobotan
- Grading atau penyusunan struktur gaji baru.
- Job pricing atau penentuan harga jabatan
- Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN)
- Prinsip dasar kebijakan Remunerasi
- Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa laiu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilan PGPS (pinter goblok penghasilan sama). Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
BAB II
Pembahasan
Remunerasi
Remunerasi
adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada
tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya
di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab,
akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang
rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan
maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan.
Secara
teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi, yaitu yang mengacu kepada teori
Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut
masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang
berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa
tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola
manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan
remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua
belah pihak (perusahaan dan karyawan).
Kinerja
Pegawai pada salah satu instansi pemerintah diukur berdasarkan 2 (dua) aspek
yaitu kedisiplinan dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi. Aspek disiplin
memiliki bobot sebesar 60%, dan pelaksanaan Tupoksi sebesar 40%. Perbandingan
bobot aspek disiplin yang lebih besar dibanding pelaksanaan tupoksi didasarkan
pada penilaian disiplin pegawai yang masih kurang. Pegawai negeri masih
memiliki citra buruk, yaitu datang siang pulang cepat, sering meninggalkan
pekerjaan saat jam kerja, atau datang hanya untuk membaca surat kabar. Citra
buruk tersebut dalam kenyataannya memang benar adanya pada beberapa unit
bagian, namun pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai – pegawai senior
yang kurang memiliki semangat untuk belajar sesuatu yang baru. Sebagai contoh,
banyak pegawai senior yang tidak dapat mengoperasikan komputer, hal ini sangat
menghambat kinerja, karena sebagian besar pekerjaan saat ini dikerjakan
menggunakan komputer. Meskipun demikian, pada umumnya mereka tidak ada
keinginan belajar, sehingga atasan tidak dapat memberikan pekerjaan pada
mereka. Hal tersebut berdampak pada beban kerja yang tidak berimbang antar
pegawai pada suatu unit. Pegawai “baru” yang memiliki kemampuan mengoperasikan
komputer dan berbahasa asing pada umumnya mendapat pekerjaan yang berlimpah,
bahkan menyebabkan jam kerjanya melebihi jam kerja normal (produktifitas
tinggi). Sangat ironi melihat sejumlah pegawai sangat sibuk oleh pekerjaannya
yang tak kunjung usai, sisi lain pegawai lain duduk santai membaca surat kabar
dan saling bercengkrama.
Produktifitas
tinggi pada instansi yang sudah mendapat remunerasi dinilai dan diberikan
penghargaan berupa tunjangan remunerasi, namun hal tersebut tidak terjadi pada
instansi yang belum mendapat remunerasi. Tunjangan remunerasi tersebut
diharapkan dapat menggerakkan pegawai – pegawi yang kurang produktif untuk
lebih aktif memperbaiki diri sehingga mendapatkan tugas/pekerjaan dari
atasannya. Namun, pada instansi yang sudah memiliki remunerasipun dalam
kenyataannya masih terdapat pegawai yang tidak produktif. Sebagian besar dari
mereka merasa sudah tidak mampu memperbaiki diri dan pasrah dengan keadaan yang
ada. Tuntutan produktifitas dan disiplin yang tinggi menyebabkan mereka merasa
terlalu “tua” untuk mengejarnya. Pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai
yang sudah mendekati masa pensiun.
Remunerasi
idealnya memang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas dan kedisiplinan
serta mengubah budaya kerja pegawai. Hal tersebut tidaklah mudah. Penerapan
sistem remunerasi memerlukan pengawasan atasan langsung dalam menilai kinerja
pegawai di bawahnya. Jika tidak maka banyak pegawai yang “mencari – cari” cara
untuk mendapatkan remunerasi tersebut.
Salah
satu Instansi pemerintah di Jakarta telah berupaya memenuhi persyaratan
remunerasi yang telah ditetapkan Tim Independen Remunerasi. Instansi tersebut
telah membuat beberapa prosedur efisiensi pelayanan berupa percepatan pelayanan
publik, perbaikan informasi public, serta berbagai tools penunjang untuk
dapat mengukur kinerja pegawai, dan kinerja unit kerja di bawahnya. Diawali
dnegan merubah sistem perencanaan yang menggunakan berbagai tools manajemen
seperti Balanced Score Card, menyusun KPI (Key Performance Indikator),
dan membentuk sub bagian manajemen kinerja pegawai sebagai tim penilai dan
pengawas kinerja.
Tim
penilai dan pengawas kinerja harus dapat menerapkan aspek – aspek penilaian
kinerja secara objektif. Aspek – aspek penilaian kinerja yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel ( 1995 : 383 ) yaitu:
- Quality, Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
- Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.
- Timelinness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.
- Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi ( manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimlkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
- Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
- Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Diharapkan
dengan sistem yang telah terbentuk tersebut budaya kerja pegawai instansi
pemerintah dapat berubah dan memperoleh penghargaan lebih atas kinerja mereka
melalui penerapan tunjangan remunerasi.
menurut
Marli Dahyaridi (2008), Reformasi Birokrasi pada dasarnya mencakup 3 (tiga)
program besar yakni :
- 1. Reformasi Birokrasi, merupakan usaha pembenahan profesionalisme pegawai negeri, sistem kepegawaian nasional, rasionalisasi jumlah pegawai negeri, penerapan reward & punishment system, dan penataan hubungan antara birokrasi dengan partai politik;
- 2. Reformasi Institusi, merupakan usaha pembenahan dan pembentukan institusi pemerintah yang efektif, efisien, produktif dan berorientasi kinerja;
- 3. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan, merupakan usaha pembenahan sistem manajemen keuangan pemerintah mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan hingga pasca pelaksanaan, termasuk sistem pelaporan keuangan yang efisien, efektif, dan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik.
4.
Reformasi
Birokrasi pertama kali dilaksanakan melalui Reformasi Remunerasi dengan
menunjuk Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung
sebagai Pilot Project Reformasi Remunerasi.
5.
Reformasi
Remunerasi merupakan penghargaan (reward) kinerja pegawai pemerintah
berupa tambahan tunjangan kinerja pegawai diluar gaji pokok dengan standar
tertentu. Namun, pembentukan aparatur negara yang bersih, efektif, efisien,
produktif, dan sejahtera melalui remunerasi belum dapat terukur efektifitasnya.
6.
Remunerasi
yang telah diterapkan pada beberapa Instansi Pemerintah tersebut di atas
menyebabkan Instansi Pemerintah yang lain berlomba untuk dapat masuk dalam
antrian instansi yang akan mendapat remunerasi selanjutnya. Hal ini
mengindikasikan terjadinya kesenjangan sosial diantara pegawai pemerintah
tersebut. Sebagai contoh, pendapatan pegawai Instansi Pemerintah yang telah
mendapatkan remunerasi untuk golongan II (dua) mencapai Rp. 3 juta per bulan,
sedangkan pegawai dengan golongan yang sama pada Instansi Pemerintah yang belum
mendapatkan remunerasi hanya sebesar Rp. 1,5 juta. Padahal belum tentu pegawai
dengan gaji Rp. 3 juta per bulan tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari
pada pegawai yang mendapatkan gaji Rp 1,5 juta per bulan. Hal tersebut dapat
dikarenakan kinerja mereka tidak terukur dan tidak adanya prosedur yang jelas
dalam pengukuran kinerja.
Kebijakan Pemerintah mengenai Remunerasi
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan
RB) akan membuat program penilaian kinerja untuk setiap aparatur negara. Hasil
penilaian ini akan berdampak pada remunerasi. Reformasi birokrasi mendorong
agar adanya percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah.
Aparatur pemerintah sebagai alat pemerintah yang dituntut agar bekerja lebih
profesional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi
dan menunjang kelancaran tugas pemerintah dan pembangunan (dalam Effendi,
2009,h.186).
1. Latar belakang
kebijakan remunerasi
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus
komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance.
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang melaksanakannya. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang melaksanakannya. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
a) Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada
kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal
style, dsb);
7. b) Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme);
8. c) Rendahnya kualitas disiplin dn etos kerja aparatur negara;
9. d) Kualitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak
efektif dan tidak efisien;
11. 2. Maksud dan
tujuan kebijakan remunerasi
12.
Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks
Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan
kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer,
mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai
(Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru, setiap
pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal
terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
13. 3. Pihak yang
mendapatkan remunerasi
14.
Sesuai dengan Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN,
Nomor:PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan
Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga
pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala
prioritas ke dalam tiga kelompok :
15. a) Prioritas pertama adalah seluruh
Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun
Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur
Negara.
16. b) Prioritas kedua adalah
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi,
sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat
secara langsung termasuk Pemerintah Daerah (PEMDA).
17. c) Prioritas ketiga adalah seluruh
kementerian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
18. 4. Landasan hukum
kebijakan remunerasi
19.
Berikut adalah landasan hukum yang
mendasari kebijakan tentang pemberian remunerasi, yaitu:
20. a) UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas dari KKN.
21. b) UU No.43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU No.8 tahun
1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan
bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai
dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Pasal 7, UU No.43 tahun 1999)
22. c) Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E.
Yang menyatakan bahwa :
23.
“Pembangunan Aparatur Negara
dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme
aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah,
agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
24. d) Perpres No.7 tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
25. e) Konvensi ILO No. 100; Diratifikasi pada tahun 1999, bunyinya
‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai
atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama).
26. Sedangkan
yang menjadi payung hukum pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI
adalah Peraturan Presiden No. 40 tahun 2011 tentang Tunjangan Kinerja Bagi
Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam Peraturan
tersebut juga dicantumkan nominal tunjangan kinerja berdasarkan kelas
jabatannya (Job Class) masing-masing.
27. Mengenai
pelaksanaan pemberian remunerasi telah tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum
dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI.
28. Yang perlu
diperhatikan dalam pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI,
tertera dalam bab 2 mengenai komponen penentu besaran tunjangan kinerja yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun
2011.
29. Dalam pasal
3 menyebutkan bahwa tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
diberikan berdasarkan 3 komponen, yaitu:
30. a) Target kinerja yang dihitung menurut kategori dari nilai
capaian Standar Kinerja Pegawai (SKP);
31. b) Kehadiran menurut hari dan jam kerja di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM RI serta cuti yang dilaksanakan oleh pegawai; dan
32. c) Ketaatan pada kode etik dan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
33. Sedangkan
dalam pasal 4 disebutkan bahwa :
34. 1) Tunjangan kinerja dibayarkan secara proporsional berdasarkan
kategori dan nilai capaian SKP;
35. 2) Ketentuan mengenai kategori dan nilai capaian SKP
sebagaiamana dimaksud dalam pasal 3 huruf a serta penerapannya diatur dalam
Peraturan Menteri.
36. Besaran tunjangan kinerja yang akan diterima tidak mutlak
sama dengan besaran yang ditetapkan sesuai grade karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor, misalnya jumlah kehadiran (telah diatur dalam Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01.
tahun 2011). Selain itu di masa yang akan datang,
besaran tunjangan kinerja bisa naik atau juga bisa turun, tergantung dari hasil
penilaian Tim Evaluasi Independen.
37. 5. Tahap pelaksanaan
remunerasi
38. Pentahapan
Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi
(penerbitan undang-undang) adalah :
39. a) Analisa jabatan
40. b) Pengumpulan data jabatan
41. c) Evaluasi jabatan dan Pembobotan
42. d) Grading
atau penyusunan struktur gaji baru.
43. e) Job pricing atau penentuan harga jabatan
44. f) Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh
Meneg PAN)
45. 6. Prinsip dasar
kebijakan remunerasi
46.
Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau
kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga yang
tidak berkompeten juga mendapatkan penghasilan yang sama. Maka dengan kebijakan
Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang
pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
TANTANGAN REMUNERASI
Merancang
program Remunerasi merupakan suatu proses yang kompleks. Ini bukan hanya
melakukan penelitian gaji dan menempatkan bilangan pada selembar formulir. Di
masa lalu, mereka yang mengurusi Remunerasi harus memahami proses perencanaan,
proyeksi, dan pengaturan. Mereka juga harus terbiasa dengan prosedur statistik
Sebagai tambahan, mereka harus mampu mengumpulkan data dari banyak sumber dan
mengatur data menjadi struktur sehmgga setiap orang dapat memahami dan
menggunakannya. Struktur tersebut harus memenuhi kebutuhan yang layak dan
permintaan karyawan dan manajer dan juga sesuai dengan fflosofi organisasi dan
kemampuannya untuk membayar. Semuanya ini tidak dapat dicapal melalui metode
sembarangan. Ini memerlukan pengembangan suatu sistem. Seperti yang telah kita
bahas sebelumnya, orang memahami nilai uang dalam kehidupan mereka. Orang-orang
boleh jadi melakukan banyak tindakan manajerial yang tidak keliru, namun ketika
berurusan dengan pembayaran mereka menjadi sangat cermat.
Dalam
organisasi masa kini, yang berubah-ubah dan lebih informal struktur pekerjaan
sedang berubah. Sistem Remunerasi tradisional yang strukturnya rumit tidak
disukai karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Ahli profesional
penggajian harus meniadi lebih tanggap dan fleksibel. Jelas bahwa pekerjaan
saat ini membutuhkan kompetensi. Bentuk organisasi yang baru mengharuskan orang
untuk menghabiskan lebih banyak waktu pada kerja sama tim dan proyek. Oleh
karena itu, job description yang lama yang berkaitan dengan tingkat
pembayaran mulai menjadi usang. Setelah mulai muncul sistem baru, muncul
kebutuhan mendesak untuk memonitor dan mengukur secara objektif hasil kerja
sistem.
Dengan
menyelidiki proses dari awal hingga sistem Remunerasi dan hasilnya, seseorang
dapat menemukan petunjuk untuk melakukan penilaian. Potensi kekeliruan terjadi
ketika dilakukan pengukuran kegunaan dan hasil dari sistem dan ketika
menyiratkan bahwa ini diseja-jarkan dengan produktivitas atau efektivitas
departemen Remunerasi. Pada satu sisi ini benar, pada sisi lain ini tidak
benar. Poin ini penting dan masalahnya cukup kompleks sehingga kita butuh waktu
untuk menentukan dasar pemikiran kriteria pengukuran yang berbeda.
Pertama, mengacu kepada definisi kita akan
produktivitas dan efektivitas, Saudara ingat bahwa “produktivitas”
berkaitan dengan tingkatan hasil kerja dalam aktivitas yang berharga.
Efektivitas ialah melakukan hal yang benar—memperoleh hasil yang diinginkan.
Dua isu ini secara semantik berbeda tetapi secara pragmatis tidak terpisahkan.
Adalah sulit untuk membayangkan performa efektif yang dilakukan dalam suatu
cara yang tidak produktif. Meskipun demikian, saya akan menawarkan cara untuk
melihat departemen Remunerasi dari dua sisi sudut pandang produktif dan sudut
pandang efektif.
Departemen
Remunerasi mencoba untuk memenuhi peranan organisasi dalam membantu menarik,
mempertahankan, dan member insentif karyawan dengan melakukan beberapa hal
berikut ini:
- Membentuk sistem manajemen kinerja dan penggajian yang sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berkembang.
- Mengatur biaya program penggajian tidak hanya dengan memonitor biaya tetapi juga dengan memengaruhi cara manajer menggunakan program.
- Staf penggajian mencoba untuk mengomunikasikan sistem penggajian dan manajemen hasil kerja kepada karyawan sehingga mereka akan memahami bagaimana dan mengapa sistem berjalan seperti itu.
- Departemen penggajian, dengan memonitor pelaksanaan penggajian dari manajemen, berusaha meyakinkan karyawan bahwa sistem pembayaran itu bersifat adil, seimbang, dan kompetitif.
Cara untuk
menilai produktivitas atau efektivitas departemen Remunerasi ialah dengan
melihat setiap inti aktivitas secara terpisah, dimulai dengan rancangan sistem.
Pertanyaannya ialah, Apakah sistem penggajian sesuai dengan struktur organisasi
dan filosofi manajemen? Seiring perubahan pasar dan organisasi, sistem
penggajian harus dirancang ulang. Banyak metodologi penggajian alternatif yang
hilang. Penggajian berdasar keahlian ialah satu pendekatan yang memiliki
potensi untuk mengatasi kekurangan sistem penggajian tradisional dan memenuhi
tantangan sistem penggajian saat ini. Cara ini juga merupakan salah satu
inovasi Remunerasi yang paling cepat bertumbuh seiring dengan lebih banyak lagi
organisasi yang mencari cara untuk membuat hubungan langsung antara kinerja
organisasi, kontribusi individu, dan gaji. Pembayaran insentif dan broadbanding(teknik
untuk mengelompokkan struktur gaji yang berbeda, ini digunakan oleh Departemen
Penggajian dalam Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah dua metodologi lainnya
yang masih sangat digemari. Pendekatan baru sedang diuji dalam banyak
organisasi; bahkan karyawan bertanggung jawab atas penentuan gaji mereka. Pesan
di sini ialah profesional Remunerasi harus memiliki keahlian baru dan kreatif
untuk merancang sistem gaji di masa depan dan menghadapi tantangan yang
berlanjut dari kompetisi bisnis dan survival ekonomi.
Pengontrolan
biaya merupakan aktivitas departemen Remunerasi. Meskipun demikian, hasil dari
aktivitas tersebut ialah di luar departemen. Tentu saja biaya merupakan suatu
fungsi dari bagaimana komponen sistem ditangani. Sebagai contoh, menulis
deskripsi tugas pekerjaan dan menentukan tingkat pekerjaan memengaruhi biaya
gaji. Saudara dapat mengukur produktivitas dengan menghitung berapa lama waktu
yang diperlukan analisis Remunerasi untuk menulis suatu deskripsi tugas
pekerjaan atau tingkatan satu kelompok kerja. Saudara juga dapat menggunakan
pihak ketiga untuk melaksanakan tugas ini dan menghasilkan produktivitas yang
serupa. Meskipun demikian, efektivitas pekerjaan diukur berdasar apa yang
terjadi ketika manajer menggunakan penjelasan ini dan melakukan penggajian.
Pekerjaan
dilakukan secara efektif jika manajer dapat menarik, mempertahankan, dan
menyediakan insentif untuk orang, sambil tetap berada di dalam anggaran gaji. Berdasarkan
defmisi, jika suatu sistem mencapai tujuannya dan melakukannya dengan tingkat
kepuasan yang dapat diterima maka sistem ini efektif. Bagian kedua dari
definisi ini mengarah kepada poin inti ketiga dari pengukuran Remunerasi.
Kepuasan
karyawan adalah suatu fenomena yang berada di luar departemen penggajian, namun
ini tergantung pada sebagian pekerjaan staf penggajian. Sejumlah sarana
tersedia bagi departemen penggajian untuk menjelaskan sistem kepada karyawan.
Metode yang paling langsung ialah pertemuan dan menulis laporan resmi baik
secara elektronik maupun di atas kertas. Meskipun demikian, metode yang amat
penting ialah cara bagaimana manajer menggunakan program. Peranan manajer
penggajian ialah untuk memastikan bahwa anak buahnya yang berada di posisi
pengawasan menangani sistem sesuai dengan cara yang diharapkan. Cara terbaik
untuk menentukan hal itu ialah melalui survei karyawan dan wawancara keluar.
Ketika berkaitan dengan persoalan penggajian, orang jarang merasa enggan untuk
memberi tahu Saudara akan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Sumber data
efektivitas yang tidak begitu formal tetapi mudah diakses ialah umpan balik (feedback)
harian. Staf Saudara biasanya mengetahui bagaimana orang berpikir mengenai gaji
mereka. Mereka mendengar hal tersebut di sepanjang waktu jika mereka memelihara
hubungan baik dengan karyawan. Jika karyawan memahami dan setuju dengan program
penggajian, adalah hal wajar untuk mengatakan bahwa staf telah melakukan
pekerjaan yang efektif. Mereka juga mendengar soal ini dari kelompok
kepegawaian. Jika mereka tidak dapat merekrut karyawan baru oleh karena gaji
yang ditawarkan rendah, Saudara pasti tahu apa ini artinya.
Ringkasnya,
relatif mudah untuk mengukur produktivitas staf Remunerasi. Terutama ini
memerlukan penilaian seberapa efisiennya mereka dan/atau vendor luar dalam
melaksanakan tugas mereka. Efektivitas lebih ambigu karena efektivitas
merupakan istilah subjektif. Untuk memperoleh satu penilaian yang baik tentang
efektivitas, kita perlu menciptakan suatu gabungan yang terdiri dari variabel
hasil eksternal. Meskipun gabungan ini tidak serapi satu ukuran tunggal yang
tegas, cara ini merupakan satu-satunya jalan untuk menghasilkan indikator yang
bermanfaat.
MEMPERTAHANKAN
SISTEM YANG BERJALAN
Salah satu
pernyataan yang paling benar mengenai struktur gaji ialah struktur gaji tidak
boleh kaku dan harus dinamis. Di masa lalu, ini berarti tinjauan tahunan
terhadap tingkat pembayaran. Struktur berubah hanya jika peristiwa yang
signifikan terjadi. Dewasa ini, dan beberapa tahun ke depan, strukturnya
menjadi kurang permanen. Organisasi masih melakukan eksperimen, mencoba untuk
mengatur gaji dan biaya. Adalah menarik untuk melihat organisasi bergerak ke
metode baru seperti broadbanding, dan kemudian secara bertahap memodifikasinya.
Dengan
kecenderungan menuju ke arah teamwork (kerja tim), komponen yang menyatukan
satu struktur gaji sebagai satu kesatuan harus dimonitor secara terus-menerus.
Oleh karena pekerjaan berubah, maka pekerjaan harus diperluas. Seorang manajer
yang proaktifakan berpikir ke depan untuk melihat perubahan dan gejala
struktural.
Mengaudit
job deskripsi hanyalah bagian dari proses. Uraian tugas pekerjaan menolong
perekrut yang memerlukan informasi paling baru untuk mengisi pekerjaan.
Meskipun demikian, struktur gaji tidak akan bermanfaat kecuali diikuti dengan
evaluasi. Oleh karena itu, sistem pemeliharan yang teratur adalah dua langkah
proses. Ketika deskripsi pekerjaan ditulis ulang maka evaluasi pekerjaan
dilakukan dan struktur dirancang ulang. Tujuan pemeliharaan dapat ditentukan
untuk deskripsi, evaluasi, dan leveling. Rumus berikut ini menghasilkan faktor
evaluasi pekerjaan.
KESIMPULAN
STRATEGI mengelola
Remunerasi itu seperti mengamati pipa minyak. Remunerasi merupakan sebuah
aliran terus-menerus seperti tiada akhirnya, dengan sedikit interupsi untuk
memperbaiki kebocoran. Ada beberapa poin pengecekan untuk menentukan bagaimana
kita melakukannya. Meskipun fungsi Remunerasi terutama berurusan dengan masalah
kuantitatif, ada beberapa ukuran efisiensi dan produktivitas Remunerasi
kelompok. Penempatan staf layak untuk dievaluasi tersebut karena itu pada
dasarnya merupakan pekerjaan proyek. Setiap pembukaan lowongan ialah seperti
proyek dengan awal dan akhir. Remunerasi bertugas melakukan perawatan yang
pencapaian efisiensinya dapat dievaluasi. Meskipun demikian, hasilnya hanya
menjadi perhatian bagi manajemen Remunerasi dan sumber daya manusia.
Mengingat makin
berkurangnya talenta dan tekanan terus-menerus untuk meraih keunggulan
kompetitif di pasar bebas, saya
menyarankan perpindahan fokus pada perawatan proses atau sistem ke strategi
efektivitas. Program Remunerasi mempunyai tujuan yang cukup luas, penting, dan
kompleks. Untuk menggapai misinya, kita harus menciptakan dan memelihara struktur
dan kita dapat mengaudit seberapa baik struktur itu dalam memenuhi tanggung
jawabnya.
Tugas lain dari
Strategi Mengelola Remunerasi ialah memenuhi kebutuhan organisasi secara wajar
dan juga memenuhi kebutuhan semua karyawan secara adil. Kita dapat melacak
penggunaan sistem untuk melihat seberapa baik sistem ini beroperasi berdasarkan
stsaudarar dan tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Oleh karena pembuatan
ekuitas pembayaran merupakan misi utama, kita dapat melihat pada hasil
penggunaan sistem untuk menentukan apakah gaji didistribusikan secara tepat
kepada seluruh kelompok. Kita juga dapat mengukur biaya upah dan gaji dan
mengecek untuk melihat apakah ini sudah berada dalam kisaran yang dapat
diterima. Kita juga dapat mengukur sikap karyawan terhadap sistem penilaian
gaji dan performa. Perilaku karyawan kemungkinan akan berkaitan dengan sikap
tersebut. Pada akhirnya, kita akan berurusan dengan isu-isu strategis manajemen
beban dan hasil investasi dari program Remunerasi upah dan program insentif.
Ini adalah tempat di mana manajemen puncak harus memfokuskan perhatiannya. Pada
tingkatan mi Remunerasi berpindah dari fungsi administratif ke kemitraan
strategis.
Dengan
mengevaluasi seberapa baik kinerja organisasi dalam kisaran indeks ini, maka
kita dapat membuat penilaian atas efektivitas departemen Remunerasi. Desain
Remunerasi dan pengembangan sistem upah dan gaji dilakukan secara
terus-menerus. Mengingat banyaknya jumlah penggajian mi hampir menjadikan
mustahil bagi kita untuk membuktikan hubungan sebab akibat antara aktivitas
staf Remunerasi dan unit yang dihasilkan.
Meskipun demikian,
keseluruhan departemen harus mampu menunjukkan bahwa hal ini memengaruhi
pelaksanaan penggunaan dan biaya hasil dari sistem dan juga kepuasan pelanggan.
Sebagai tambahan, jika data Remunerasi ditunjukkan kepada manajemen, dan
manajemen kemudian membuat keputusan strategis yang efektif, maka departemen
Remunerasi dapat mengklaim telah berkontribusi untuk menurunkan pergantian
karyawan, meningkatkan moral, dan memengaruhi rasio operasional dalam
produktivitas, kualitas, jasa, dan penjualan.
Mungkin, alasan
yang paling penting mengapa kita harus memonitor sistem Remunerasi berasal dari
hasil exit interview di Saratoga Institute. Selama bertahun-tahun kami secara
terus-menerus menemukan bahwa alasan orang keluar dari perusahaan ialah karena
admimstrasi pembayaran yang kurang baik. Mereka lebih perhatian kepada keadilan
dan ketepatan waktu penggajian ketimbang pada jumlahnya. Gaji adalah salah satu
dari tiga hal yang paling penting untuk setiap karyawan. Dua hal lainnya adalah
pekerjaan itu sendiri dan relasi dalam dunia kerja. Gaji adalah hal yang sangat
pribadi. Ini seperti sebuah kartu catatan individu. Ketika orang merasa bahwa
perencanaan dan administrasi penggajian tidak berjalan dengan baik, maka orang
akan menjadi marah. Kehilangan orang berbakat akan merugikan perusahaan.
Profesional Remunerasi harus memastikan bahwa supervisor dan manajer harus
menata sistem penggajian sebaik-baiknya.
REFERENSI: